Wednesday, January 21, 2009

Terimalah Kenyataan (Tak ada yang kekal)

Suatu ketika ada seorang janda yang sangat berduka karena anak satu-satunya mati. Sembari membawa jenasah anaknya, wanita ini menghadap Sang Guru untuk meminta mantra atau ramuan sakti yang bisa menghidupkan kembali anaknya.

Sang Guru mengamati bahwa wanita di hadapannya ini tengah tenggelam dalam kesedihan yang sangat mendalam, bahkan sesekali ia meratap histeris.

Sang Guru berujar: “Aku akan menghidupkan kembali anakmu, tapi aku membutuhkan sebutir biji lada.”

“Itu saja syaratnya?” tanya wanita itu dengan keheranan.

“Oh, ya, biji lada itu harus berasal dari rumah yang anggota penghuninya belum pernah ada yang mati.”

Dengan “semangat 45″, wanita itu langsung beranjak dari tempat itu, hatinya sangat entusias, “Guru ini memang sakti dan baik sekali, dia akan menghidupkan anakku!”


Dia mendatangi sebuah rumah, mengetuk pintunya, dan bertanya: “Tolonglah saya. Saya sangat membutuhkan satu butir biji lada. Maukah Anda memberikannya?” “Oh, boleh saja,” jawab tuan rumah. “Anda baik sekali Tuan, tapi maaf, apakah anggota rumah ini belum pernah ada yang mati?” “Oh, ada, paman kami meninggal tahun lalu.” Wanita itu segera berpamitan karena dia tahu bahwa ini bukan rumah yang tepat untuk meminta biji lada yang dibutuhkannya.

Ia mengetuk rumah-rumah berikutnya, semua penghuni rumah dengan senang hati bersedia memberikan biji lada untuknya, tetapi ternyata tak satu pun rumah yang terhindar dari peristiwa kematian sanak saudaranya. “Ayah kami barusan wafat…,” “Kakek kami sudah meninggal…,” “Ipar kami tewas dalam kecelakaan minggu lalu…,” dan sebagainya.

Ke mana pun dia pergi, dari gubuk sampai istana, tak satu tempat pun yang memenuhi syarat tidak pernah kehilangan anggotanya. Dia malah terlibat dalam mendengarkan cerita duka orang lain. Berangsur-angsur dia menyadari bahwa dia tidak sendirian dalam penderitaan ini; tak seorang pun yang terlepas dari penderitaan.

Pada penghujung hari, wanita ini kembali menghadap Sang Guru dalam keadaan batin yang sangat berbeda dengan sebelumnya. Dia mengucap lirih, “Guru, saya akan menguburkan anak saya.” Sang Guru hanya mengangguk seraya tersenyum lembut.

My Friends,
TERIMALAH KENYATAAN......karena kematian sebenarnya adalah ketika anda mulai berputus asa...

6 comments:

  1. memang kita harus selalu belajar dari orang lain karena itu akan menjadi bekal buat kita ya nda kang .salam kenal dariku

    ReplyDelete
  2. saya suka cerita-cerita bijak seperti ini, menyejukkan hati, makasih kang

    ReplyDelete
  3. Buat Kang Awie, jeng elie dan Beyit...salam kenal ya...Menerima kenyataan yang terjadi adalah obat mujarab untuk rasa sakit yang dialami manusia.

    Kalau anda memaksa untuk mengubah sesuatu yang tidak bisa anda ubah, atau anda melarikan diri dengan menghindari kenyataan yang ada, anda akan semakin menyakiti diri sendiri...anda akan semakin jauh tenggelam dalam penderitaan batin yang berkepanjangan..

    Terimalah itu sebagai kenyataan.. bukan hanya anda saja yang menderita.. orang lain bisa mengalami hal yang sama seperti yang anda alami. Tergantung sikap hati kita.. tergantung menyerahan hati kita kepada Tuhan..Tergantung semangat hidup kita untuk tetap memandang jauh ke depan..

    kematian sebenarnya adalah ketika anda mulai berputus asa...

    Bangkitlah !!.. karena hidup ini harus dihadapi !!!

    he...hee

    ReplyDelete
  4. Bermakna ... Hidup itu memang penuh masalah ya begitulah ... kita cuma mengembara di alam dunia untuk menjalani berbagai kenyataan

    ReplyDelete
  5. putus asa adalah kematian?

    he he he garuk2 kepala dulu...menerima kenyataan ..hmmm kata orang bijak sejelek jeleknya "sesuatu" yg menimpa kita, pasti ada sisi "kebaikkannya" asal kita..asal kita bisa mengambil hikmahnya

    salam kenal kang

    ReplyDelete

Para Pembaca yang baik, mohon meninggalkan pesan agar saya dapat mengunjungi anda balik,

Followers